Minggu, 03 Mei 2015

Paper Kurikulum Tematik

Kesiapan Komponen Pendidikan dalam Penerimaan
Kurikulum Tematik Integratif
Reza Ulfa Rosiana
Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan
Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang
raynamutia@gmail.com
                                                                     

Abstrak                                                                  

Artikel ini menguak problem implementasi kurikulum 2013 yang sarat pro dan kontra dikalangan masyarakat. Inti dari kurikulum 2013 adalah adanya penyederhanaan dan tematik inegratif. Namun bukan suatu hal yang mudah menggabungkan beberapa mata pelajaran menjadi satu, dan hal itu membutuhkan keahlian khusus. Dalam hal ini, pemerintah terkesan terburu-buru menindak lanjuti penerapan kurikulum 2013 yang tanpa proses riset maupun uji coba secara mendalam. Akibatnya, muncul berbagai problem akibat dari penerapan kurikulum 2013 yang meliputi kesiapan guru dan peserta didik, kesiapan sekolah, dan kesiapan dokumen. Bahkan dalam perubahan kurikulum pun, bukan hanya pemerintah dan para guru saja yang harus tahu, tetapi juga murid dan masyarakat umum. Sehingga keseluruhan komponen tersebut dapat bekerja sama dan ikut berpartisipasi menyukseskan kurikulum 2013. Maka dari itu, pemerintah perlu melakukan pengkajian lebih lajut mengenai tahap awal pelaksanaan kurikulum 2013 yaitu tahap persiapan. Baik persiapan dari segi substansi kurikulum, mental pengajar dan peserta didik, sosialisasi khalayak umum dan perlu diadakannya uji coba penerapan kurikulum 2013 dalam jangka waktu tertentu.

Kata Kunci : Problematika kurikulum 2013 ; Kurikulum tematik integratif ; Kesiapan pendidik dan peserta didik


Pendahuluan
Berbicara mengenai dunia pendidikan di Indonesia, pasti tidak akan pernah lepas dari berbagai problematika yang ada didalamnya. Baik dalam kebijakan, manajemen, maupun dalam pelaksanaannya. Dinamika perubahan yang sedang berlangsung di Indonesia saat ini adalah perubahan kurikulum. Pengertian kurikulum sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah "Seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu." Kurikulum 2013 yang sedang menggemparkan dunia pendidikan di Indonesia menuai pro dan kontra dikalangan masyarakat. Pihak yang mendukung kurikulum baru menyatakan, Kurikulum 2013 memadatkan pelajaran sehingga tidak membebani siswa, lebih fokus pada tantangan masa depan bangsa, dan tidak memberatkan guru dalam penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Pihak yang kontra menyatakan, Kurikulum 2013 justru kurang fokus karena menggabungkan mata pelajaran IPA dengan Bahasa Indonesia di sekolah dasar. Hal ini tidak ideal karena tidak mempertimbangkan kemampuan guru serta tidak dilakukan uji coba dulu di sejumlah sekolah sebelum diterapkan. Kurikulum ini nantinya akan menggantikan kurikulum yang sudah diberlakukan saat ini yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Kurikulum 2013 (tematik integratik) sejatinya merupakan program perbaikan mutu dan layanan pendidikan di Indonesia. Namun dalam perkembangannya, pemerintah memiliki banyak kendala dalam realisasi kurikulum baru ini, seperti masalah kesiapan mental tenaga pendidik maupun peserta didik, sarana prasarana yang kurang memadai, minimnya persiapan implementasi kurikulum 2013, dan lain-lain.
Berdasarkan situs berita populer www.thejakartapos.com, Sakhiyya menyatakan bahwa silabus kurikulum 2013 diibaratkan seperti “One size fits all”. Padahal sangat tidak mungkin jika satu ukuran baju cocok dipakai orang yang gemuk ataupun orang yang kurus. Artinya, silabus yang dibuat pemerintah mungkin cocok untuk suatu sekolah tapi belum tentu relevan bagi sekolah lain. Satu hal yang tak kalah pentingnya adalah kurikulum 2013 langsung diterapkan begitu saja tanpa melalui riset dan evaluasi yang mendalam. Apalagi masalah mental guru dan peserta didik yang tak hanya butuh dua atau tiga kali penyesuaian tapi butuh waktu yang lama.
Menurut Darmaningtyas dalam antaranews.com, kurikulum 2013 itu sendiri bukan sesuatu yang baru, karena merupakan kombinasi dari cara belajar siswa aktif (CBSA) dengan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Sebenarnya permasalahannya ada pada waktu. Pemerintah terkesan buru-buru dalam mengambil tindakan. Maka hal tersebut berimbas pada ketidakmerataan penerapan kurikulum 2013.
Ketidakberdayaan pemerintah dalam penerapan kurikulum 2013 juga tercermin dalam proses uji publik yang asal-asalan serta minimnya sosialisasi. Dari berbagai macam diskusi dan refleksi tentang mereka yang terlibat dalam desain kurikulum 2013, tampak jelas tidak ada koordinasi yang baik antara desain awal dengan tim teknis baik untuk buku cetak maupun sistem evaluasi. Persiapan yang tidak matang seperti itu jelas akan merugikan pendidikan nasional. Berdasarkan http://edukasi.kompasiana.com, bobroknya sisi penerapan kurikulum 2013 juga tercermin dari keterpaksaan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan menurunkan target implementasi yang semula 30 persen dari total sekolah di Indonesia menjadi 2 persen saja atau sekitar 6213 sekolah.
Hingga saat ini pun dapat kita ketahui bahwa tidak ada hasil riset yang menyatakan alasan mendasar mengapa harus ada perubahan kurikulum yang semula KTSP menjadi Kurikulum 2013. Bahkan pemerintah terkesan asal-asalan sesuai selera dalam mengganti kurikulum.
Kurikulum tematik integratif sendiri memang mengacu pada pembelajaran di negara -negara asing. Tapi sekali lagi, tingkat intelektualitas masyarakat Indonesia masih jauh tertinggal dari negara-negara maju. Sehingga agar kurikulum 2013 ini berjalan maksimal, diperlukan persiapan yang matang.
Kurikulum tematik integratif hanya cocok diterapkan di sekolah-sekolah dengan sarana prasarana yang lengkap dan memadai. Sedangkan apabila kita menengok kembali kebelakang, masalah pemerataan sarana prasarana pendidikan di daerah pedalaman saja belum tuntas. Maka dapat disimpulkan bahwa kurikulum 2013 hanya cocok diterapkan di sekolah-sekolah elite saja, bukan sekolah pinggiran yang letaknya jauh dari peradaban.
Berdasarkan berbagai macam problematika tersebut, maka pemerintah harus bijak dalam menyikapi problematika penerapan kurikulum tematik integratif. Riset dan uji coba mendalam perlu dilakukan dalam rangka menyukseskan kurikulum 2013, dan pelaksanaannya pun harus dilakukan secara bertahap misalnya dari jenjang sekolah menengah atas terlebih dahulu. Disamping itu, persiapan-persiapan berupa substansi kurikulum, sosialisasi tenaga pendidik dan peserta didik baik yang ada diperkotaan maupun yang ada di daerah pedalaman semuanya harus disamaratakan. Sehingga tidak terjadi diskriminasi dalam penerapan kurikulum 2013.


Konsep Dasar Kurikulum 2013
Kebijakan pendidikan merupakan rumusan dari berbagai cara untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Pencapaian kedua pesan konstitusi untuk pendidikan nasional dijabarkan didalam berbagai kebijakan pendidikan. Salah satu kebijakan pemerintah dibidang pendidikan baru-baru ini adalah Kurikulum 2013. Kurikulum 2013 atau yang sering disebut kurikulum Tematik Integratif meniadakan batas-batas antara berbagai mata pelajaran dan menyajikan bahan pelajaran dalam bentuk unit atau keseluruhan. Menurut Suryosubroto, B. (2005, 41), dengan kebulatan bahan pelajaran diharapkan mampu membentuk kepribadian murid yang integral, selaras dengan kehidupan sekitarnya, apa yang diajarkan di sekolah disesuaikan dengan kehidupan anak diluar sekolah. Kurikulum ini juga bertujuan untuk membentuk generasi muda yang mampu berkomunikasi, berpikir jernih dan kritis, mengerti dan toleran terhadap pandangan yang berbeda, mampu hidup dalam masyarakat global demi menghadapi tantangan perkembangan zaman.
            Beberapa manfaat kurikulum yang “Integrated” ini diantaranya segala sesuatu yang dipelajari anak merupakan unit yang bertalian erat, bukan fakta yag terlepas satu sama lain. Kurikulum ini sesuai dengan pendapat-pendapat modern tentang belajar, sehingga murid dihadapkan kepada masalah yang berarti dalam kehidupan mereka yang nantinya akan memungkinkan hubungan erat antara sekolah dan masyarakat. Namun dalam praktik penerapan kurikulum 2013 tak semudah membalikan telapak tangan. Tujuan-tujuan yang telah digariskan pemerintah yang begitu sempurna tidak akan bisa dicapai dalam waktu singkat. Perlu riset dan uji coba mendalam dalam setiap praktik pendidikan termasuk penerapan kurikulum 2013. Misalnya dalam selang waktu beberapa tahun diadakan uji coba kurikulum 2013 terhadap siswa sekolah menengah atas. Uji coba itupun harus mencakup berbagai aspek kependidikan yang saling berpartisipasi aktif mengembangkan kurikulum 2013.
           
Kesiapan Pendidik dan Peserta Didik dalam Implementasi Kurikulum 2013
Berbicara mengenai kesiapan tenga pendidik dan peserta didik dalam implementasi kurikulum 2013, tentu sangat disayangkan karena pada kenyataannya mereka belum siap mengaplikasikan kurikulum 2013 dalam kegiatan belajar mengajar. Berikut pemaparan dari Ibu guru SMPN 30 Jakarta yang dilansir oleh wijayalabs.com :
“Saya guru di SMP negeri 30 Jakarta. Kurikulum 2013 masih sangat samar, karena itu saya memaksakan diri ke sini. Ada penjelasan tapi masih perlu saya pertanyakan. Guru SMP untuk kurikulum 2013 adalah 20 % se-Indonesia di bulan Juli. Sebagian kecil sekolah sudah akan melaksanakan kurikulum baru. Sekolah saya jadi barometer di Jakarta. Wakil kepala sekolah saja tidak tahu. 2013 dilaksanakan tapi Juli baru disosialisasikan jadi rasanya saya baru mulai paham kenapa teman-teman menolok. Barangkali kita perlu waktu untuk lebih bijaksana. Suami saya tim pengembang kurikulum. Kok guru TIK hilang. Ada alternatif satu ada alternatif 2 belum jelas yang mana. Boleh tidak dalam RPP, katanya mau disiapkan kemendikbud. Boleh tidak guru mengembangkan atau mengubah sesuai kondisi sekolah?”
            Dari pemaparan tersebut jelaslah bahwa mereka yang menjadi komponen-komponen pendidikan memerlukan waktu untuk lebih memahami strategi pembelajaran kurikulum 2013. Bukannya menolak adanya perubahan kurikulum, tetapi hanya ingin mengajukan kelonggaran waktu untuk mempelajari substansi kurikulum 2013.
            Dari perspektif peserta didik dapat kita lihat bahwa mereka masih cenderung bingung dan bertanya-tanya apa sebenarnya kurikulum 2013 itu? Bagaimanakah cara pembelajarannya? Hal ini tentu menjadi poin penting yang harus diperhatikan pemerintah. Walau terlihat sepele, namun peserta didik merupakan komponen pendidikan yang paling utama. Maka wajib hukumnya untuk mensosialisasikan substansi kurikulum 2013 kepada peserta didik maupun orang tua wali. Bahkan pemerhati anak Seto Mulyadi yang dilansir dalam (news.detik.com, 2014), mendesak pemerintah merevisi kurikulum 2013 yang mulai diterapkan disekolah-sekolah. Alasannya apa? Jika kurikulum ini tetap digunakan, maka Indonesia akan ‘panen’ anak-anak bermasalah. Memamng pada dasarnya isinya baik, karena sesuai dengan harapan bahwa siswa ingin mengembangkan inovasi, komunikasi, dan lainnya, tetapi apabila dampaknya membawa stress dan agresif kepada anak, maka perlu adanya revisi. Menurut Seto, dampak dari penerapan kurikulum ini adalah kian banyaknya anak-anak yang terlibat perilaku menyimpang, sebagaimana yang telah disimpulkan pada kurikulum 2013 yang diterapkan setahun belakangan.
            Kurikulum ini memang pada awalnya disambut hangat oleh masyarakat karena penekanan dan penyederhanaan mata pelajaran membuat anak lebih senang belajar, termotivasi untuk menemukan hal-hal baru, kreatif, inovatif dan produktif. Tetapi akar permasalahannya terdapat pada penambahan jam pelajaran (Retaduari 2014, http://news.detik.com). Hal demikian itu membuat para siswa bosan dan jenuh. Pernyataan yang demikian itu bukan berati ingin memanjakan anak. Tetapi lebih pada bagaimana pemerintah bekerja sama dengan seluruh elemen pendidikan unutk meningkatkan standar dan mutu untuk memfasilitasi ruang belajar yang nyaman dan tidak membosankan. Juga kreativitas guru sangat dibutuhkan dalam proses pembelajaran kurikulum yang bersifat tematik integratif. Peran orang tua wali pun sangat dibutuhkan kaitannya dengan motivasi dalam diri peserta didik.
            Maka dari itu alangkah baiknya jika sekarang inilah saatnya pemerintah menggalakan sosialisasi secara merata diseluruh lembaga pendidikan di Indonesia mengenai implementasi kurikulum 2013 agar tidak menimbulkan kerancuan diberbagai lapisan masyarakat. Hal tersebut dibarengi juga dengan pemberdayaan sumber daya teknologi yang dapat mendukung tercapainya tujuan kurikulum 2013.

Siapa yang perlu dipersalahkan?
Sebenarnya tidak ada yang perlu dipersalahkan dalam hal ini, karena kita sebagai masyarakat Indonesia sama-sama mencari jalan keluar demi perbaikan kurikulum 2013. Namun apabila ditelaah secara lebih lanjut, sebenarnya bukan kurikulumnya yang kurang bagus, bukan manajemennya yang berantakan melainkan pada kualitas tenaga pendidik itu sendiri. Rendahnya etos kerja dan disiplin tenaga kependidikan di sekolah menyebabkan rendahnya produktivitas sekolah, yang akan berimbas pada rendahnya kompetensi kelulusan yang dicapai siswanya. Maka pemberdayaan sumber daya tenaga pendidik perlu dilakukan pemerintah untuk menigkatkan kualitas SDM demi tercapainya guru yang kompeten dibidangnya. Pemberdayaan kulitas guru tidak hanya dilihat dari penguasaan materi pembelajaran, metode pembelajaran dan sejenisnya, melainkan juga kepribadian, kematangan, dan kedewasaan mereka. Maka lembaga pendidikan dituntut selektif dalam memilih guru yang berkompeten.
Tidak ada kurikulum yang sempurna, tidak ada manajeman yang sempurna. Namun apabila dalam prakteknya dilakukan sesuai prosedur dan masing-masing individu secara sadar mengerti dan melaksanakan tanggung jawabnya, maka tujuan pendidikan nasional Indonesia akan tercapai seiring kerja keras yang dilalui.

Penutup
Berdasarkan pertimbangan dalam pembahasan tersebut, maka ada beberapa hal yang penulis rekomendasikan sebagai solusi dari berbagai macam problematika implementasi kurikulum 2013 yang sarat kontroversi, diantaranya. Masalah substansi kurikulum 2013 yang diistilahkan seperti one size fits all, bukanlah hal yang mudah untuk dicari solusinya. Tingkat intelektualitas siswa siswi di Indonesia memang masih rendah dibanding negara lain di dunia. Maka perlu penyesuaian yang lama juga untuk menerapkan kurikulum 2013 bila dipandang dari perspektif peserta didik.
            Masalah kesiapan tenaga pendidik dan peserta didik dalam penerapan kurikulum 2013 juga masih sangat minim karena tidak diberlakukannya sosialisasi kurikulum 2013 secara menyeluruh, apalagi bila menyangkut daerah pedalaman. Mengenai sarana prasarana yang mendukung implementasi kurikulum 2013 berupa media pembelajaran juga perlu dibenahi masalah pemerataan pendistribusiannya.
            Hal yang menjadi poin utama adalah tentang kualitas tenaga pendidik. Bahwa kualifikasi sarjana tidak menentukan kedewasaan dan kebijaksanaan cara mengajar seseorang. Maka dari itu pemerintah perlu standar kualifikasi guru yang tinggi untuk menciptakan pendidikan Indonesia berdasarkan tujuan pendidikan nasional yang termaktub dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke-4. Yang terakhir adalah kerjasama seluruh elemen pendidikan untuk menciptakan keselarasan dan keseimbangan dalam pendidikan di Indonesia.

Daftar Pustaka

Tilaar, H.A.R. 2009. KEKUASAAN DAN PENDIDIKAN : Manajemen Pendidikan Nasional Dalam Pusaran Kekuasaan. Jakarta : Rineka Cipta.
Suryosubroto, B. 2005. Tatalaksana kurikulum. Jakarta : PT Asdi Mahasatya
Tanjung, Bahdin Nur. 2005. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Proposal, Skripsi dan Tesis). Jakarta : Pranamedia group.
Mulyasa, E. 2009. Kurikulum yang Disempurnakan. Bandung : PT Remaja Rosdakarya
Darmaningtyas. Subkhan, Edi. 2012. Manipulasi Kebijakan Publik. Resist Book.
Retaduari, 2014. Pengamat Kurikulum 2013 Menarik Kalau Gurunya Bagus Tapi Ada yang Lucu  Diambil dari http://news.detik.com/read/2014/08/26/122103/2672763/10/2/pengamat-kurikulum-2013-menarik-kalau-gurunya-bagus-tapi-ada-yang-lucu, pada 19 Oktober 2014
Sakhiyya, 2013. National Curriculum Should One Size Fits All. Diambil dari http://www.thejakartapost.com/news/2013/02/23/national-curriculum-2013-should-one-size-fits-all.html, pada 19 Oktober 2014
Omjay, 2013. Kurikulum 2013 benar-benar ditelanjangi di kampus UNJ oleh praktisi pendidikan. Diambil dari  http://edukasi.kompasiana.com/2013/04/08/kurikulum-2013-benar-benar-ditelanjangi-di-kampus-unj-oleh-praktisi-pendidikan-549231.html, pada 19 Oktober 2014
Khalid, 2014. Kak Seto: Kita akan 'Panen' Anak-anak Bermasalah. Diambil dari http://news.detik.com/read/2014/08/15/122900/2663079/10/kak-seto-kita-akan-panen-anak-anak-bermasalah?nd771104bcj, pada 19 Oktober 2014



Share:

Kurikulum Teknologis

 BAB I
PENDAHULUAN


1.1    Latar Belakang


















Tak dapat dipungkiri bahwa perkembangan pendidikan dari zaman ke zaman pasti akan selalu diikuti oleh perkembangan teknologi. Pembaharuan pendidikan kearah yang lebih baik salah satunya dengan adanya teknologi. Teknologi sendiri mempunyai pengertian sebagai alat ataupun metode yang dapat dilakukan untuk mempermudah pekerjaan manusia. Teknologi dibidang pendidikan berarti suatu alat maupun metode yang digunakan untuk mempermudah pelaksanaan pendidikan agar lebih efektif dan efisien.
Salah satu pembaharuan dibidang pendidikan ialah kurikulum. Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggara kegiatan. Kurikulum dapat dilihat dari tiga dimensi, yaitu sebagai ilmu, sebagai sistem, dan sebagai rencana. Penerapan teknologi dalam bidang pendidikan khususnya kurikulum ada dalam dua bentuk, yaitu bentuk perangkat lunak (software) dan perangkat keras (hardware). Penerapan teknologi perangkat keras dalam pendidikan dikenal sebagai teknologi alat (tools technology), sedangkan penerapan teknologi perangkat lunak disebut juga teknologi sistem (system technology).
1.2   Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian Kurikulum Teknologis?
2.      Bagaimana ciri-ciri Kurikulum Teknologis?
3.      Bagaimana pengembangan Kurikulum Teknologis?
4.      Bagaimana implementasi Kurikulum Teknologis?
5.      Apa saja kelemahan dan kelebihan Kurikulum Teknologis?
1.3   Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui pengertian model kurikulum teknologis.
2.      Untuk mengetahui ciri-ciri model kurikulum teknologis.
3.      Unutk mengetahui bagaimana pengembangan kurikulum teknologis.
4.      Untuk mengetahui implementasi kurikulum teknologis.
5.      Untuk mengetahui kelebihan dan kelemahan model kurikulum teknologis.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kurikulum Teknologis
Sejalan dengan perkembangan ilmu dan teknologi, dibidang pendidikan, berkembang pula teknologi pendidikan. Aliran ini ada persamaannya dengan pendidikan klasik, yaitu menekankan isi kurikulum, tetapi diarahkan bukan pada pemeliharaan dan pengawetan ilmu tersebut tetapi pada penguasaan kompetensi. Suatu kompetensi yang besar diuraikan menjadi kompetensi yang lebih sempit atau khusus dan akhirnya menjadi perilaku-perilaku yang dapat diamati atau diukur.
Penerapan teknologi dalam bidang pendidikan khususnya kurikulum ada dalam dua bentuk, yaitu bentuk perangkat lunak (software) dan perangkat keras (hardware). Penerapan teknologi perangkat keras dalam pendidikan dikenal sebagai teknologi alat (tools technology), sedangkan penerapan teknologi perangkat lunak disebut juga teknologi sistem (system technology).
Teknologi pendidikan dalam arti teknologi alat, lebih menekankan kepada penggunaan alat-alat teknologis untuk menunjang efisiensi dan efektivitas pendidikan. Kurikulumnya berisi rencana-rencana penggunaan berbagai alat dan media, juga model-model pengajaran yang banyak melibatkan penggunaan alat. Contoh-contoh model pengajaran tersebut adalah pengajaran dengan bantuan film dan video, pengajaran berprogram, mesin pengajaran, pengajaran modul. Pengajaran dengan bantuan komputer, dan lain-lain.
Dalam arti teknologi sistem, teknologi pendidikan menekankan kepada penyusunan program pengajaran atau rencana pelajaran dengan menggunakan pendekatan sistem. Program pengajaran ini bisa semata-mata program system yang ditunjang dengan alat dan media, dan bisa juga program sistem yang dipadukan dengan alat dan media pengajaran.
Pada bentuk pertama, pengajaran tidak membutuhkan alat dan media yang canggih, tetapi bahan ajar dan proses pembelajaran disusun secara sistem. Alat dan media digunakan sesuai dengan kondisi tetapi tidak terlalu dipentingkan. Pada bentuk kedua, pengajaran disusun secara system dan ditunjang dengan penggunaan alat dan media pembelajaran. Penggunaan alat dan media belum terintegrasi dengan program pembelajaran, bersifat "on-off, yaitu bila digunakan alat dan media akan lebih baik, tetapi bila tidak menggunakan alat pun pengajaran masih tetap berjalan. Pada bentuk ketiga program pengajaran telah disusun secara terpadu antara bahan dan kegiatan pembelajaran dengan alat dan media. Bahan ajar telah disusun dalam kaset audio, video atau film, atau diprogramkan dalam komputer. Pembelajaran tidak bisa berjalan tanpa melibatkan penggunaan alat-alat dan program tersebut.

2.2 Ciri-Ciri Kurikulum Teknologis
Sukamadinata (2005:97) menyatakan bahwa kurikulum yang dikembangkan berdasarkan teknologi dalam bidang pendidikan memiliki 4 ciri khusus diantaranya :
a.  Tujuan, diarahkan pada penguasaan kemampuan akademik, kemampuan vokasional, atau kemampuan pribadi yang dirumuskan dalam bentuk kompetensi.
b.  Metode, kegiatan pembelajaran dipandang sebagai proses mereaksi terhadap stimulus yang diberikan, bila terjadi respons sesuai harapan, maka respons tersebut diperkuat. Tujuan-tujuan pengajaran telah ditentukan sebelumnya. Pengajaran bersifat individual, tiap siswa menghadapi serentetan tugas yang harus dikerjakannya, dan maju sesuai kecepatan masing-masing. Pada saat tertentu ada tugas-tugas yang harus dikerjakan secara kelompok. Setiap siswa harus menguasai secara tuntas tujuan-tujuan program pengajaran.
c.       Organisasi bahan ajar. Bahan ajar atau isi kurikulum banyak diambil dari berbagai disiplin ilmu, tetapi telah diramu sedemikian rupa sehingga mendukung penguasaan suatu kompetensi. Bahan ajar yang besar disusun dari bahan ajar yang lebih kecil dengan memerhatikan urutan-urutan penyajian materi dalam pengorganisasiannya.
d.     Evaluasi dilakukan setiap saat (pada akhir satuan pelajaran maupun semester).Fungsi dari evaluasi ini adalah sebagai umpan balik peserta didik dalam penyempurnaan penguasaan suatu satuan pelajaran, sebagai umpan balik bagi peserta didik pada akhir suatu program atau semester, juga dapat menjadi umpan balik bagi guru dan pengembangan kurikulum untuk penyempurnaan kurikulum.
2.3 Pengembangan Kurikulum Teknologis
Pengembangan kurikulum teknologis berpegang pada beberapa kriteria sebagai berikut :
a.         Prosedur pengembangan kurikulum teknologis dinilai dan disempurnakan oleh pengembang kurikulum yang lain.
b.      Hasil pengembangan ynag berbentuk model adalah yang bisa diuji coba ulang dan memberikan hasil yang sama. Pengembangan kurikulum teknologis menekankan aspek kompetensi. Pengembangan dan penggunaan alat dan media pembelajaran hanya sebagai alat bantu tetapi bersatu dengan program pengajarannya. Pengembangan kurikulum ini membutuhkan kerjasama dengan para penyusun program dan penerbit media elektronik dan media cetak.
c.         Pelaksanaan pembelajaran mengikuti langkah-langkah sebagai beikut:
  1. Penegasan tujuan.
Artinya peserta didik perlu memahami bahwa pembelajaran diarahkan untuk mencapai tujuan.
  1. Pelaksanaan pembelajaran.
Dalam pembelajaran, peserta didik diberi kesempatan mempraktekkan kecakapan sesuai dengan tujuan.
  1. Pengetahuan tentang hasil.
Peserta didik perlu diberi tahu hasil yang talah dicapai. Oleh karena itu, peserta didik menyadari apakah pembelajaran sudah dianggap cukup atau masih perlu bantuan.

2.4 Implementasi Kurikulum Teknologis
Implementasi kurikulum teknologis dalam bidang teknologis mencakup dua hal sebagai berikut :
a.         Implementasi kurikulum yang menekankan pada teknologi alat.
Dalam perencanaan penyelenggaraan pendidikan (kurikulumnya) lebih menekankan pada penggunaan alat-alat maupun media yang dapat membantu menyelesaikan masalah pemahaman materi peserta didik maupun permasalahan administrasi. Penerapan kurikulum yang seperti ini membutuhkan kerja sama dengan para penyusun program, penerbit media elektronik dan media cetak. Membutuhkan biaya yang banyak untuk pembelian alat-alat maupun medianya dan juga untuk perawatannya.
Perlu diperhatikan bahwa formulasi penggunaan alat-alat ataupun media yang digunakan dalam pembelajaran benar-benar diperlukan atau tidak, agar tidak mubadzir nantinya. Lebih jauh lagi perlu adanya spesifikasi alat atau media yang akan dikembangkan, baik dilihat dari segi kegunaannya maupun ketepatan penggunaannya.
b.        Implementasi kurikulum yang menekankan pada teknologi sistem.
Dalam perencanaan penyelenggaraan pendidikan (kurikulumnya) lebih menekan pada sistem dimana biaya dapat ditekan pengeluarannya, disamping memberi kesempatan kepada tenaga pendidik terutama guru-guru untuk mengembangkan sendiri program pengajarannya. Sistem menjadi fokus utama yang berarti para tenaga pendidik mencari solusi alternatif atas permasalahan pendidikan dengan cara mencari metode yang tepat guna untuk memecahkannya.
Model ini di Indonesia biasa dikenal dengan nama Satuan Pelajaran dalam Pendidikan Dasar dan Menengah maupun Satuan Acara Perkuliahan pada perguruan tinggi, sebagai bagian dari sistem instruksional atau desain instruksional.

2.5 Kelemahan dan Kelebihan Kurikulum Teknologis
Berikut ini beberapa kelemahan kurikulum teknologis :
a.         Kurikulum teknologis yang sejatinya menerapkan teknologi sebagai alat bantu proses pembelajaran bisa jadi dijadikan ajang bisnis terutama di sekolah maupun daerah yang kemampuan finansialnya rendah apabila tidak dikelola secara bertannggung jawab.
b.      Pengembangan kurikulum teknologis yang dalam proses pembelajarannya berstruktur dan bersatu dengan alat dan media pembelajaran membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
c.       Pengembangan kurikulum yang bersifat teknologis juga membutuhkan kualitas sumber daya manusia yang tinggi, sedangkan saat ini masih banyak para tenaga kependidikan yang yang masih rendah kualitas sumber daya manusia dibidang teknologi.

Berikut beberapa kelebihan kurikulum teknologis :
a.       Penggunaan berbagai teknologi untuk membantu proses pembelajaran akan membantu mempermudah pekerjaan tenaga kependidikan.
b.           Menjadikan pekerjaan lebih cepat, efektif dan efisien.
c.   Membantu perkembangan pehamaman siswa agar lebih cepat dan mudah menyerap materi yang disampaikan.
d.        Penggunaan teknologi dalam proses pembelajaran akan menghemat biaya pendidikan apabila para tenaga kependidikan benar-benar mengetahui cara mengelola teknologi teknologi tersebut.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
  Model pengembangan kurikulum teknologis merupakan pengembangan kurikulum dengan teknologi sebagai sasaran penerapannya. Penerapan teknologi dalam bidang pendidikan khususnya kurikulum ada dalam dua bentuk, yaitu bentuk perangkat lunak (software) dan perangkat keras (hardware). Penerapan teknologi perangkat keras dalam pendidikan dikenal sebagai teknologi alat (tools technology) yang implementasinya berupa media pembelajaran seperti film, video, mesin pembelajaran, komputer dan sebagainya. Sedangkan penerapan teknologi perangkat lunak disebut juga teknologi sistem (system technology) dimana implementasinya berupa kurikulum itu sendiri.

3.2 Saran
          Model pengembangan kurikulum teknologis menekankan pada aspek teknologis sebagai media maupun sistem untuk membantu proses pembelajaran. Tetapi dalam implementasinya masih perlu diperhatikan beberapa hal seperti kualitas sumber daya manusia di Indonesia yang masih rendah yang pada akhirnya menyebabkan penerapan kurikulum ini tidak berjalan dengan lancar. Apalagi bila mengingat saudara kita yang ada di daerah pedalaman yang tidak memungkinkan diterapkannya kurikulum berbasis teknologi karena tidak tepat guna. Faktor lain seperti biaya juga menjadi pertimbangan bahwasanya pemerintah perlu menyediakan anggaran biaya pendidikan yang cukup besar apabila ingin menerapkan model kurikulum ini. 






Daftar Pustaka

Subandiah. 1996. Pengembangan dan Inovasi kurikulum. Jakarta : Raja Grafindo Persada
Sukmadinata, Nana Syaodih. 1997. Pengembangan Kurikulum : Teori dan Praktek. Bnadung : Remaja Rosdakarya








Share: