Kesiapan Komponen Pendidikan dalam Penerimaan
Kurikulum Tematik Integratif
Reza Ulfa
Rosiana
Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan
Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri
Semarang
raynamutia@gmail.com
Abstrak
Artikel
ini menguak problem implementasi kurikulum 2013 yang sarat pro dan kontra
dikalangan masyarakat. Inti dari kurikulum 2013 adalah adanya penyederhanaan
dan tematik inegratif. Namun bukan suatu hal yang mudah menggabungkan beberapa
mata pelajaran menjadi satu, dan hal itu membutuhkan keahlian khusus. Dalam hal
ini, pemerintah terkesan terburu-buru menindak lanjuti penerapan kurikulum 2013
yang tanpa proses riset maupun uji coba secara mendalam. Akibatnya, muncul
berbagai problem akibat dari penerapan kurikulum 2013 yang meliputi kesiapan
guru dan peserta didik, kesiapan sekolah, dan kesiapan dokumen. Bahkan dalam
perubahan kurikulum pun, bukan hanya pemerintah dan para guru saja yang harus
tahu, tetapi juga murid dan masyarakat umum. Sehingga keseluruhan komponen
tersebut dapat bekerja sama dan ikut berpartisipasi menyukseskan kurikulum
2013. Maka dari itu, pemerintah perlu melakukan pengkajian lebih lajut mengenai
tahap awal pelaksanaan kurikulum 2013 yaitu tahap persiapan. Baik persiapan
dari segi substansi kurikulum, mental pengajar dan peserta didik, sosialisasi
khalayak umum dan perlu diadakannya uji coba penerapan kurikulum 2013 dalam
jangka waktu tertentu.
Kata Kunci : Problematika kurikulum
2013 ; Kurikulum tematik integratif ; Kesiapan pendidik dan peserta didik
Pendahuluan
Berbicara
mengenai dunia pendidikan di Indonesia, pasti tidak akan pernah lepas dari
berbagai problematika yang ada didalamnya. Baik dalam kebijakan, manajemen,
maupun dalam pelaksanaannya. Dinamika perubahan yang sedang berlangsung di
Indonesia saat ini adalah perubahan kurikulum. Pengertian kurikulum sebagaimana
tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional adalah "Seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu." Kurikulum 2013 yang sedang menggemparkan dunia pendidikan di
Indonesia menuai pro dan kontra dikalangan masyarakat. Pihak yang mendukung
kurikulum baru menyatakan, Kurikulum 2013 memadatkan pelajaran sehingga tidak
membebani siswa, lebih fokus pada tantangan masa depan bangsa, dan tidak
memberatkan guru dalam penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Pihak yang kontra menyatakan, Kurikulum 2013 justru
kurang fokus karena menggabungkan mata pelajaran IPA dengan Bahasa Indonesia di
sekolah dasar. Hal ini tidak ideal karena tidak mempertimbangkan kemampuan guru
serta tidak dilakukan uji coba dulu di sejumlah sekolah sebelum diterapkan.
Kurikulum ini nantinya akan menggantikan kurikulum yang sudah diberlakukan saat
ini yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Kurikulum
2013 (tematik integratik) sejatinya merupakan program perbaikan mutu dan
layanan pendidikan di Indonesia. Namun dalam perkembangannya, pemerintah
memiliki banyak kendala dalam realisasi kurikulum baru ini, seperti masalah
kesiapan mental tenaga pendidik maupun peserta didik, sarana prasarana yang
kurang memadai, minimnya persiapan implementasi kurikulum 2013, dan lain-lain.
Berdasarkan situs berita populer www.thejakartapos.com, Sakhiyya
menyatakan bahwa silabus kurikulum 2013 diibaratkan seperti “One size fits all”.
Padahal sangat tidak mungkin jika satu ukuran baju cocok dipakai orang yang gemuk
ataupun orang yang kurus. Artinya, silabus yang dibuat pemerintah mungkin cocok
untuk suatu sekolah tapi belum tentu relevan bagi sekolah lain. Satu hal yang
tak kalah pentingnya adalah kurikulum 2013 langsung diterapkan begitu saja
tanpa melalui riset dan evaluasi yang mendalam. Apalagi masalah mental guru dan
peserta didik yang tak hanya butuh dua atau tiga kali penyesuaian tapi butuh
waktu yang lama.
Menurut Darmaningtyas dalam antaranews.com, kurikulum 2013 itu
sendiri bukan sesuatu yang baru, karena merupakan kombinasi dari cara belajar
siswa aktif (CBSA) dengan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP).
Sebenarnya permasalahannya ada pada waktu. Pemerintah terkesan buru-buru dalam
mengambil tindakan. Maka hal tersebut berimbas pada ketidakmerataan penerapan
kurikulum 2013.
Ketidakberdayaan pemerintah dalam
penerapan kurikulum 2013 juga tercermin dalam proses uji publik yang
asal-asalan serta minimnya sosialisasi. Dari berbagai macam diskusi dan
refleksi tentang mereka yang terlibat dalam desain kurikulum 2013, tampak jelas
tidak ada koordinasi yang baik antara desain awal dengan tim teknis baik untuk
buku cetak maupun sistem evaluasi. Persiapan yang tidak matang seperti itu
jelas akan merugikan pendidikan nasional. Berdasarkan http://edukasi.kompasiana.com, bobroknya sisi penerapan kurikulum
2013 juga tercermin dari keterpaksaan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan
menurunkan target implementasi yang semula 30 persen dari total sekolah di
Indonesia menjadi 2 persen saja atau sekitar 6213 sekolah.
Hingga saat ini pun dapat kita ketahui
bahwa tidak ada hasil riset yang menyatakan alasan mendasar mengapa harus ada
perubahan kurikulum yang semula KTSP menjadi Kurikulum 2013. Bahkan pemerintah
terkesan asal-asalan sesuai selera dalam mengganti kurikulum.
Kurikulum tematik integratif sendiri
memang mengacu pada pembelajaran di negara -negara asing. Tapi sekali lagi,
tingkat intelektualitas masyarakat Indonesia masih jauh tertinggal dari negara-negara
maju. Sehingga agar kurikulum 2013 ini berjalan maksimal, diperlukan persiapan
yang matang.
Kurikulum tematik integratif hanya cocok
diterapkan di sekolah-sekolah dengan sarana prasarana yang lengkap dan memadai.
Sedangkan apabila kita menengok kembali kebelakang, masalah pemerataan sarana
prasarana pendidikan di daerah pedalaman saja belum tuntas. Maka dapat
disimpulkan bahwa kurikulum 2013 hanya cocok diterapkan di sekolah-sekolah elite saja, bukan sekolah pinggiran yang
letaknya jauh dari peradaban.
Berdasarkan berbagai macam problematika
tersebut, maka pemerintah harus bijak dalam menyikapi problematika penerapan
kurikulum tematik integratif. Riset dan uji coba mendalam perlu dilakukan dalam
rangka menyukseskan kurikulum 2013, dan pelaksanaannya pun harus dilakukan
secara bertahap misalnya dari jenjang sekolah menengah atas terlebih dahulu.
Disamping itu, persiapan-persiapan berupa substansi kurikulum, sosialisasi
tenaga pendidik dan peserta didik baik yang ada diperkotaan maupun yang ada di
daerah pedalaman semuanya harus disamaratakan. Sehingga tidak terjadi
diskriminasi dalam penerapan kurikulum 2013.
Konsep Dasar
Kurikulum 2013
Kebijakan
pendidikan merupakan rumusan dari berbagai cara untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional. Pencapaian kedua pesan konstitusi untuk pendidikan
nasional dijabarkan didalam berbagai kebijakan pendidikan. Salah satu kebijakan
pemerintah dibidang pendidikan baru-baru ini adalah Kurikulum 2013. Kurikulum
2013 atau yang sering disebut kurikulum Tematik Integratif meniadakan
batas-batas antara berbagai mata pelajaran dan menyajikan bahan pelajaran dalam
bentuk unit atau keseluruhan. Menurut Suryosubroto, B. (2005, 41), dengan
kebulatan bahan pelajaran diharapkan mampu membentuk kepribadian murid yang
integral, selaras dengan kehidupan sekitarnya, apa yang diajarkan di sekolah
disesuaikan dengan kehidupan anak diluar sekolah. Kurikulum ini juga bertujuan
untuk membentuk generasi muda yang mampu berkomunikasi, berpikir jernih dan
kritis, mengerti dan toleran terhadap pandangan yang berbeda, mampu hidup dalam
masyarakat global demi menghadapi tantangan perkembangan zaman.
Beberapa manfaat kurikulum yang “Integrated”
ini diantaranya segala sesuatu yang dipelajari anak merupakan unit yang
bertalian erat, bukan fakta yag terlepas satu sama lain. Kurikulum ini sesuai
dengan pendapat-pendapat modern tentang belajar, sehingga murid dihadapkan
kepada masalah yang berarti dalam kehidupan mereka yang nantinya akan
memungkinkan hubungan erat antara sekolah dan masyarakat. Namun dalam praktik
penerapan kurikulum 2013 tak semudah membalikan telapak tangan. Tujuan-tujuan
yang telah digariskan pemerintah yang begitu sempurna tidak akan bisa dicapai
dalam waktu singkat. Perlu riset dan uji coba mendalam dalam setiap praktik
pendidikan termasuk penerapan kurikulum 2013. Misalnya dalam selang waktu
beberapa tahun diadakan uji coba kurikulum 2013 terhadap siswa sekolah menengah
atas. Uji coba itupun harus mencakup berbagai aspek kependidikan yang saling
berpartisipasi aktif mengembangkan kurikulum 2013.
Kesiapan
Pendidik dan Peserta Didik dalam Implementasi Kurikulum 2013
Berbicara
mengenai kesiapan tenga pendidik dan peserta didik dalam implementasi kurikulum
2013, tentu sangat disayangkan karena pada kenyataannya mereka belum siap
mengaplikasikan kurikulum 2013 dalam kegiatan belajar mengajar. Berikut pemaparan dari Ibu guru SMPN
30 Jakarta yang dilansir oleh wijayalabs.com :
“Saya guru di SMP negeri 30 Jakarta.
Kurikulum 2013 masih sangat samar, karena itu saya memaksakan diri ke sini. Ada
penjelasan tapi masih perlu saya pertanyakan. Guru SMP untuk kurikulum 2013
adalah 20 % se-Indonesia di bulan Juli. Sebagian kecil sekolah sudah akan
melaksanakan kurikulum baru. Sekolah saya jadi barometer di Jakarta. Wakil
kepala sekolah saja tidak tahu. 2013 dilaksanakan tapi Juli baru
disosialisasikan jadi rasanya saya baru mulai paham kenapa teman-teman menolok.
Barangkali kita perlu waktu untuk lebih bijaksana. Suami saya tim pengembang
kurikulum. Kok guru TIK hilang. Ada alternatif satu ada alternatif 2 belum
jelas yang mana. Boleh tidak dalam RPP, katanya mau disiapkan kemendikbud.
Boleh tidak guru mengembangkan atau mengubah sesuai kondisi sekolah?”
Dari pemaparan tersebut jelaslah
bahwa mereka yang menjadi komponen-komponen pendidikan memerlukan waktu untuk
lebih memahami strategi pembelajaran kurikulum 2013. Bukannya menolak adanya
perubahan kurikulum, tetapi hanya ingin mengajukan kelonggaran waktu untuk
mempelajari substansi kurikulum 2013.
Dari perspektif peserta didik dapat
kita lihat bahwa mereka masih cenderung bingung dan bertanya-tanya apa
sebenarnya kurikulum 2013 itu? Bagaimanakah cara pembelajarannya? Hal ini tentu
menjadi poin penting yang harus diperhatikan pemerintah. Walau terlihat sepele,
namun peserta didik merupakan komponen pendidikan yang paling utama. Maka wajib
hukumnya untuk mensosialisasikan substansi kurikulum 2013 kepada peserta didik
maupun orang tua wali. Bahkan pemerhati anak Seto Mulyadi yang dilansir dalam (news.detik.com, 2014), mendesak
pemerintah merevisi kurikulum 2013 yang mulai diterapkan disekolah-sekolah.
Alasannya apa? Jika kurikulum ini tetap digunakan, maka Indonesia akan ‘panen’
anak-anak bermasalah. Memamng pada dasarnya isinya baik, karena sesuai dengan
harapan bahwa siswa ingin mengembangkan inovasi, komunikasi, dan lainnya,
tetapi apabila dampaknya membawa stress dan agresif kepada anak, maka perlu
adanya revisi. Menurut Seto, dampak dari penerapan kurikulum ini adalah kian
banyaknya anak-anak yang terlibat perilaku menyimpang, sebagaimana yang telah
disimpulkan pada kurikulum 2013 yang diterapkan setahun belakangan.
Kurikulum ini memang pada awalnya
disambut hangat oleh masyarakat karena penekanan dan penyederhanaan mata
pelajaran membuat anak lebih senang belajar, termotivasi untuk menemukan
hal-hal baru, kreatif, inovatif dan produktif. Tetapi akar permasalahannya
terdapat pada penambahan jam pelajaran (Retaduari
2014, http://news.detik.com). Hal demikian itu membuat para siswa bosan dan
jenuh. Pernyataan yang demikian itu bukan berati ingin memanjakan anak. Tetapi
lebih pada bagaimana pemerintah bekerja sama dengan seluruh elemen pendidikan
unutk meningkatkan standar dan mutu untuk memfasilitasi ruang belajar yang
nyaman dan tidak membosankan. Juga kreativitas guru sangat dibutuhkan dalam
proses pembelajaran kurikulum yang bersifat tematik integratif. Peran orang tua
wali pun sangat dibutuhkan kaitannya dengan motivasi dalam diri peserta didik.
Maka dari itu alangkah baiknya jika
sekarang inilah saatnya pemerintah menggalakan sosialisasi secara merata
diseluruh lembaga pendidikan di Indonesia mengenai implementasi kurikulum 2013
agar tidak menimbulkan kerancuan diberbagai lapisan masyarakat. Hal tersebut
dibarengi juga dengan pemberdayaan sumber daya teknologi yang dapat mendukung
tercapainya tujuan kurikulum 2013.
Siapa yang perlu
dipersalahkan?
Sebenarnya
tidak ada yang perlu dipersalahkan dalam hal ini, karena kita sebagai
masyarakat Indonesia sama-sama mencari jalan keluar demi perbaikan kurikulum
2013. Namun apabila ditelaah secara lebih lanjut, sebenarnya bukan kurikulumnya
yang kurang bagus, bukan manajemennya yang berantakan melainkan pada kualitas
tenaga pendidik itu sendiri. Rendahnya etos kerja dan disiplin tenaga
kependidikan di sekolah menyebabkan rendahnya produktivitas sekolah, yang akan
berimbas pada rendahnya kompetensi kelulusan yang dicapai siswanya. Maka pemberdayaan
sumber daya tenaga pendidik perlu dilakukan pemerintah untuk menigkatkan
kualitas SDM demi tercapainya guru yang kompeten dibidangnya. Pemberdayaan
kulitas guru tidak hanya dilihat dari penguasaan materi pembelajaran, metode
pembelajaran dan sejenisnya, melainkan juga kepribadian, kematangan, dan
kedewasaan mereka. Maka lembaga pendidikan dituntut selektif dalam memilih guru
yang berkompeten.
Tidak ada kurikulum yang sempurna, tidak
ada manajeman yang sempurna. Namun apabila dalam prakteknya dilakukan sesuai
prosedur dan masing-masing individu secara sadar mengerti dan melaksanakan
tanggung jawabnya, maka tujuan pendidikan nasional Indonesia akan tercapai
seiring kerja keras yang dilalui.
Penutup
Berdasarkan
pertimbangan dalam pembahasan tersebut, maka ada beberapa hal yang penulis
rekomendasikan sebagai solusi dari berbagai macam problematika implementasi
kurikulum 2013 yang sarat kontroversi, diantaranya. Masalah substansi kurikulum
2013 yang diistilahkan seperti one size
fits all, bukanlah hal yang mudah untuk dicari solusinya. Tingkat
intelektualitas siswa siswi di Indonesia memang masih rendah dibanding negara
lain di dunia. Maka perlu penyesuaian yang lama juga untuk menerapkan kurikulum
2013 bila dipandang dari perspektif peserta didik.
Masalah kesiapan tenaga pendidik dan
peserta didik dalam penerapan kurikulum 2013 juga masih sangat minim karena
tidak diberlakukannya sosialisasi kurikulum 2013 secara menyeluruh, apalagi
bila menyangkut daerah pedalaman. Mengenai sarana prasarana yang mendukung
implementasi kurikulum 2013 berupa media pembelajaran juga perlu dibenahi
masalah pemerataan pendistribusiannya.
Hal yang menjadi poin utama adalah
tentang kualitas tenaga pendidik. Bahwa kualifikasi sarjana tidak menentukan
kedewasaan dan kebijaksanaan cara mengajar seseorang. Maka dari itu pemerintah
perlu standar kualifikasi guru yang tinggi untuk menciptakan pendidikan
Indonesia berdasarkan tujuan pendidikan nasional yang termaktub dalam pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke-4. Yang terakhir adalah kerjasama seluruh
elemen pendidikan untuk menciptakan keselarasan dan keseimbangan dalam
pendidikan di Indonesia.
Daftar Pustaka
Tilaar,
H.A.R. 2009. KEKUASAAN DAN PENDIDIKAN :
Manajemen Pendidikan Nasional Dalam Pusaran Kekuasaan. Jakarta : Rineka
Cipta.
Suryosubroto, B. 2005. Tatalaksana kurikulum. Jakarta : PT Asdi
Mahasatya
Tanjung,
Bahdin Nur. 2005. Pedoman Penulisan Karya
Ilmiah (Proposal, Skripsi dan Tesis). Jakarta : Pranamedia group.
Mulyasa, E. 2009. Kurikulum yang Disempurnakan. Bandung : PT Remaja Rosdakarya
Darmaningtyas. Subkhan, Edi. 2012. Manipulasi Kebijakan Publik. Resist
Book.
Retaduari,
2014. Pengamat Kurikulum 2013 Menarik Kalau Gurunya Bagus Tapi Ada yang
Lucu Diambil dari http://news.detik.com/read/2014/08/26/122103/2672763/10/2/pengamat-kurikulum-2013-menarik-kalau-gurunya-bagus-tapi-ada-yang-lucu, pada 19 Oktober 2014
Sakhiyya,
2013. National Curriculum Should One Size Fits All. Diambil dari http://www.thejakartapost.com/news/2013/02/23/national-curriculum-2013-should-one-size-fits-all.html, pada 19 Oktober 2014
Omjay,
2013. Kurikulum 2013 benar-benar ditelanjangi di kampus UNJ oleh praktisi
pendidikan. Diambil dari http://edukasi.kompasiana.com/2013/04/08/kurikulum-2013-benar-benar-ditelanjangi-di-kampus-unj-oleh-praktisi-pendidikan-549231.html, pada 19 Oktober 2014
Khalid,
2014. Kak Seto: Kita akan 'Panen' Anak-anak Bermasalah. Diambil dari http://news.detik.com/read/2014/08/15/122900/2663079/10/kak-seto-kita-akan-panen-anak-anak-bermasalah?nd771104bcj, pada 19
Oktober 2014